Supardjo Roestam dan Apresiasinya terhadap Kretek
| Pementasan Tari Kretek dalam sebuah acara di Universitas Muria Kudus (UMK) |
Di tengah gencarnya kampanye anti kretek
oleh kelompok anti tembakau, ada hal yang mesti diingat dalam konteks perjalanan
bangsa Indonesia sebuah sebuah bangsa dan negara terkait kretek.
Ingatan akan kretek itu terkait dengan
Supardjo Roestam, mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), yang memiliki
perhatian khusus terhadap temuan anak bangsa ini, yakni H. Djamhari.
Edy Supratno M.Hum, sejarawan lulusan
Magister Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mencatat, mantan
Mendagri itulah yang meresmikan Museum
Kretek yang menyimpan sejarah penemuan dan perkembangan industri kretek di
tanah air.
‘’Saat melakukan peletakan batu pertama
pembangunan Museum Kretek pada pada 1984, Supardjo Roestam menyampaikan dua hal
yang semuanya terkait dengan kretek. Pertama, dia minta Djamhari atau
keluarganya ditemukan untuk diberi apresiasi bersama tokoh kretek lain, ‘Nitisemito.
Kedua, meminta dibuatkan tarian khas kretek,’’ ujar Edy.
Edy Supratno yang melakukan penelusuran (riset)
jejak H. Djamhari mengutarakan, untuk pertama dijalankan Persatuan Perusahaan
Rokok Kudus (PPRK). Pengurus PPRK mencari jejak Djamhari di banyak tempat.
‘’PPRK mencari di Desa Langgardalem dan
sekitarnya, mendatangi satu per satu narasumber yang dianggap bisa membantu
mencarinya, hingga ke Kantor Arsip Nasional di Jakarta. Namun tak ada yang bisa
menjelaskan di mana Djamhari dan keluarganya,’’ paparnya.
Permintaan kedua, terangnya menambahkan,
dijalankan Kepala Seksi (Kasi) Kebudayaan Dinas Pariwisata Kudus Dwijo Sumono,
yang menggandeng Endang, warga Barongan yang pernah menempuh studi di Akademi
Seni Tari Indonesia Yogjakarta.
‘’Endang beserta suami yang kini dikenal
dengan Sanggar Tari Puring Sari, berhasil
mempersembahkan Tari Kretek untuk Kudus, sehingga selain Museum Kretek,
Kudus pun akhirnya memiliki tarian khas daerah,’’ ungkapnya.
Jejak
Djamhari
Siapa Djamhari memang menjadi tanda
tanya besar terkait sosok dan keberadaannya. Namun Edy Supratno kini telah
berhasil menemukan jejak dari penemu kretek yang memberikan kesan tersendiri
bagi Supardjo Roestam berkat jasanya untuk negeri ini.
Edy mengatakan, Djamhari muncul dalam
laporan B. van Der Reijden pada 1929. ‘’Reijden meneliti dalam rangka untuk
mengetahui bagaimana kondisi perusahaan rokok di Hindia Belanda. Nama Djamhari
disebut di buku jilid I (Jawa Barat) sebagai penemu kretek,’’ paparnya.
Djamhari dilahirkan di Kudus di
lingkungan keluarga pedagang. Ayahnya bernama Mirkam alias Abdul Shomad,
seorang pedagang kain dan batik, sedang ibunya bernama Ganirah (dipanggil
Aisyah). Ibunya juga memiliki latar belakang dari keluarga pedagang kain.
‘’Selain berdagang batik, keluarga besar
Abdul Shomad juga memiliki usaha pembuatan sandal, sabuk, dan kerupuk rambak.
Seperti pedagang Kudus lainnya yang suka ‘berlayar’ atau berdagang sampai luar
kota, Abdul Somad juga melakukan itu. Jejaknya tampak di Cirebon dan
Tasikmalaya, Jawa Barat. Sementara saudaranya dan pedagang Kudus lainnya banyak
yang berlayar ke Jawa Timur,’’ tuturnya.
Saat peristiwa kerusuhan anti-Cina pada
31 Oktober 1918, anggota Serikat Islam (SI) banyak yang terlibat. Belanda
kemudian melakukan penangkapan kepada anggota dan pengurusnya, di mana Djamhari
waktu itu tercatat sebagai pengurus SI Prawoto. Ini membuat beberapa pengurus
SI memilih meninggalkan Kudus, termasuk Djamhari dan ketua SI Kudus, H.
Djoefri.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Edy yang
juga mantan wartawan ini, bahwa Djamhari semula pindah ke Cirebon yang tak lama
berikutnya ke Tasikmalaya dan pindah lagi ke Singaparna, Jawa Barat. Di tempat
baru ini dia menekuni profesi sebagai pemborong pekerjaan jalan raya.
‘’Dari Singaparna, Djamhari pindah lagi
ke Tasikmalaya hingga akhir hayatnya. Dia meninggal pada 10 Juni 1962 dengan
meninggalkan 13 anak. Dari jumlah belasan itu, dua di antaranya masih hidup
hingga sekarang, yaitu Kardini (anak ke-10) dan Suaedah (anak ke-11). Mereka
menetap di Singaparna, Jawa Barat,’’ urainya.
Zamhuri, peneliti Pusat Studi Kretek
Indonesia (Puskindo) Universitas Muria Kudus (UMK) mengapresiasi keberhasilan
Edy Supratno mengungkap rekam jejak serta keberadaan H. Djamhari dan
keluarganya.
‘’Kini jelas sudah informasi terkait H.
Djamhari. Tak ada yang diragukan, tokoh masyarakat Kudus itulah penemu kretek
yang bahkan mendapatkan pengakuan Pemerintah Hindia Belanda,’’ katanya.
Terkait data yang dipaparkan Edy
Supratno yang mengemukakan mengenai apresiasi mantan Mendagri Supardjo Roestam
terhadap kretek atas temuan H. Djmahari, maka ia pun kemudian menyayangkan jika
saat ini ada kelompok masyarakat di tanah air yang justri ingin melenyapkan
industri kretek.
‘’Jelas-jelas kretek ini ditemukan oleh
anak negeri ini yang telah mendapatkan pengakuan dari banyak pihak. Industri
ini telah membantu negara menyiapkan lapangan pekerjaan yang besar bagi rakyat
dan memberi kontribusi tidak sedikit bagi negara. Harusnya Industri Hasilo
Tembakau (IHT) mendapatkan apresiasi, bukan malah didiskriminasi,’’ tandasnya.
(Rsd, Hr)
Kretek budaya indonesia
BalasHapus