Pengetahuan dan Keteladanan

ADA kelompok yang ‘merasa risau’ dengan adanya anak-anak petani, tak terkecuali anak petani tembakau, yang ikut membantu orang tua mereka di pertanian dan perkebunan, dengan menuding sebagai melanggar hak anak dan eksploitatif.
Terkait pandangan itu, kiranya ada yang perlu diluruskan terkait ‘tudingan miring’ tersebut terkait aktivitas anak membantu orang tuanya di lahan pertanian, perkebunan, atau profesi orang tua lain.
Dalam pandangan penulis, anak-anak membantu orang tua di profesi apapun yang digeluti, harus dilihat dari sisi edukasinya, yakni memberikan keteladanan dan transfer pengetahuan dan etos bekerja, sehingga kelak ketika sudah dewasa, tidak menjadi generasi pemalas.
Maka dalam hal ini, saya melihat ada persepsi keliru dari kelompok yang memandang anak-anak yang ambil bagian membantu orang tuanya. Dalam bahasa media, dijelaskan, framing yang berbeda akan membuat persepsi yang berbeda pula.
Ada beberapa hal yang bisa menjadi renungan bersama. Pertama, unsur edukasi. Spirit yang bisa dilihat dalam anak-anak membantu orang tua, termasuk di lahan pertanian dan perkebunan, yakni spirit tidak membiarkan keturunannya menjadi generasi pemalas.
Jadi, pelibatan anak-anak pada pertanian tembakau dan beragam profesi lain oleh orang tua, sekali lagi bisa ditegaskan, bukan dalam konteks eksploitasi. Tetapi orang tua mengajarkan bagaimana mereka membantu dalam proses edukasi dalam membantu keluarga.
Kedua, konteks sosio-kultural yang berbeda. Ketika anak dipekerjakan dalam sebuah koorporasi (perusahaan), anak menjadi subkultur dalam budaya industri. Ini berbeda ketika mereka (anak-anak) membantu pekerjaan orang tua.
Sama sekali tidak ada unsur yang sistematis seperti pada pelibatan (mempekerjakan) anak dalam sistem koorporasi. Ini berlaku pada banyak profesi orang tua, seperti pedagang, pertanian, dan berbagai jenis wirausaha lain yang dimiliki orang tua lain di Indonesia.
Tidak bisa menyamakan anak-anak yang bekerja membantu orang tua, sebagai bagian upaya sistematisasi pemberlakuan eksploitasi anak dalam sistem koorporasi. Menuding adanya eksploitasi di sektor pertembakauan dengan adanya anak membantu orang tua di lahan tembakau orang tua, juga keliru besar jika kemudian memakai framing eksploitasi anak.
Sama sekali tidak ada relevansinya antara eksploitasi anak dengan upaya atau kampanye gerakan antitembakau di Indonesia. Aktivitas anak dalam membantu orang tua pada rumah tangga di Indonesia, secara umum, bukan soal pada eksploitasinya, tetapi pada unsur edukasi dalam membentuk mentalitas (karakter) anak.
Itu merupakan ikhtiar untuk mewariskan sebuah sistem kebudayaan kepada keturunannya, yakni sistem kecintaan dan semangat bekerja untuk melanjutkan sustainability-nya dalam konteks kebudayaan rumah tangga di Indonesia. Jadi, ini merupakan bagia dari local genius (kearifan lokal) masyarakat Indonesia.
Anak-anak membantu orang tua, tidak dengan paksaan. Melainkan mereka membantu sebagai bagian dari dharma baktinya kepada orang tua. Dan perlu dipahami, anak-anak juga merasa nyaman dan senang membantu orang tua. Sehingga, salah besar pula menyamakan konteks ini kultur luar negeri, yang cenderung memberi kebebasan pada pola asuh anak. Wallahu a’lam. (Zamhuri)
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :