Menyibak Makna Dibalik Gerbang K3
KEBERADAAN Gerbang Kudus Kota Kretek
(K3) di perbatasan antara Kabupaten Kudus dan Kabupaten Demak, tepatnya di
dekat jembatan Tanggul Angin, diakui atau tidak, pada saatnya akan menjadi
bangunan yang akan primadona baru di Kota Kretek.
Pembangunan Gerbang K3 yang anggun nan
menawan itu, dilatarbelakangi atas realitas Kabupaten Kudus sebagai salah satu
pusat industri kretek di tanah air. Maka, kehadiran Gerbang K3 ini pada
dasarnya menjadi penegas identitas Kudus sebagai Kota Kretek.
Riwayat mengenai penemuan kretek secara
turun temurun, adalah berkat kreasi H. Djamhari, yang kemudian produksi secara
massal pemasaran secara profesional, dikembangkan oleh Ki Niti Semito, yang
oleh publik dikenal sebagai ‘’Raja Kretek’’.
Bermula dari penemuan H. Djamhari dan
dikembangkan oleh Ki Niti Semito, hingga kini Kabupaten Kudus dikenal sebagai
salah satu pusat industri kretek tanah air. Keberadaan perusahaan-perusahaan
seperti PT. Djarum, PT, Nojorono, PR. Sukun, dan industri kretek lain sekala menengah
dan kecil lain, secara tidak langsung menjadi penasbih Kudus sebagai Kota
Kretek.
Maka, pembangunan Gerbang K3 yang kini
sudah bisa dinikmati keanggunannya oleh masyarakat luas, seakan menjadi penegas
identitas Kudus sebagai Kota Kretek. Kend
ati tanpa itu, julukan Kota Kretek pun sudah melekat pada kabupaten kecil di
Jawa Tengah ini, apalagi didukung pula oleh keberadaan Museum Kretek.
Sekadar menyimpan makna tentang
tembakau, cengkih, atau industri kretek kah dalam frame besar pemaknaan yang
bisa diambil dari Gerbang K3 ini? Tentu tidak. Karena selain itu, gerbang ini
juga menyimpan makna religi, dilihat dari desain gerbang yang ada.
Tiga batang yang menghubungkan 59 sirip
di sisi kanan dan kiri ‘’daun tembakau raksasa’’ pada desain gerbang itu, bisa
dimaknai sebagai iman, Islam, dan ihsan. Sementara angka 59 dalam sirip daun
tembakau itu, mengandung makna lain yang terkait dengan religiusitas
masyarakat.
Angka 5 merujuk pada Rukun Islam, sedang
angka 9 adalah Walisongo. Jadi, secara konsep, desain Gerbang K3 ini sudah
memperhitungkan dengan matang, sebagai penanda identitas dan jati diri
masyarakat, baik Kudus sebagai kota industri maupun kota santri.
Ya, Kabupaten Kudus, paling tidak,
memang tidak bisa dilepaskan dari dua hal ini. Yakni, keberadaannya sebagai
Kota Kretek di satu sisi dan Kota Santri di sisi lain. Kota Kretek ditandai
dengan banyaknya industri kretek berdiri, di mana sektor kretek ini menyumbang
peranan yang sangat besar dalam perekonomi masyarakat.
Sedang penyebutan Kota Santri bagi
Kabupaten Kudus, ini dilekatkan lantaran adanya ratusan pondok pesantren
sebagai penanda. Selain itu, juga karena keberadaan Sunan Kudus dan Sunan Muria
yang berjasa besar dalam melakukan dakwah Islam di Kudus dan sekitarnya.
Dua aspek itulah, yakni Kudus sebagai
Kota Kretek dan Kota Santri, yang kini ‘’menyatu dalam makna’’ pada sebuah
gerbang yang berdiri megah di perbatasan Kabupaten Kudus dan Kabupaten Demak
itu.
Kendati begitu, masing-masing orang
tentu memiliki kebebasan untuk menafsirkan dan memaknai Gerbang K3 dalam
pemahaman yang berbeda sekalipun. Tetapi, bagaimanapun, sebuah karya seni,
tentu memiliki makna yang shahih.
‘’Makna yang shahih atas karya seni itu
berada pada sang pencipta seni itu sendiri. Namun begitu tidak menutup
kemungkinan masing-masing orang memiliki penafsiran sendiri atas sebuah karya
seni,’’ ujar seniman Slamet Muyono. (Rsd,
Hr)
Post A Comment
Tidak ada komentar :