Tidak Ada Nash Sharih Terhadap Produk IHT

Ngaji kretek ISNU Kudus
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa haram terhadap rokok (Industri Hasil Tembakau/IHT). Salah satu organisasi keagamaan di tanah air, juga pernah mengeluarkan ‘’fatwa’’ yang sama juga.
Fatwa mengenai keharaman rokok oleh MUI dan salah satu organisasi keagamaan di Indonesia, ini tak pelak memunculkan pertanyaan banyak pihak, khususnya pabrikan rokok, buruh, hingga jaringan distribusinya.
Dr. H. Ahmad Faiz LC MA, mantan dosen Selcuk University, Konya, Turki, mengutarakan, ada beragam pendapat mengenai hukum rokok. ‘’Ada yang bilang makruh, mubah, dan mungkin bisa sunnah atau bahkan wajib,sesuai kondisi masing-masing orang yang mengonsumsinya,’’ dalam ‘’Ngaji Kretek’’ yang pernah digelar Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kudus bekerja sama dengan STAIN Kudus.
Dia menjelaskan, bagi kelompok yang sepakat menghukumi rokok haram,umumnya menggunakan dalil umum, yakni " ... Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.’’ (QS. Al Baqarah:
195) ‘’Penggunaan dalil ini sebenarnya tidak pas, karena asbab al-nuzul-nya adalah soal jihad. Ini tidak ada kaitannya dengan yang berbentuk makanan,’’ tegasnya dalam acara yang digelar di Hotel @Hom tersebut.
Lebih lanjut dikemukakan, hukum rokok itu lahir dari ijtihad para ulama, sehingga memungkinkan adanya perbedaan. ‘’Boleh berbeda, tetapi jangan mengklaim yang paling benar, melainkan harus saling menghormati,’’ pesannya di depan sekitar 120 peserta yang hadir.
Pertarungan Global Sekjen Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gappri), Hasan Aoni Aziz US, memaparkan sebuah kisah menarik mengenai tokoh pendiri bangsa, H Agus Salim, terkait rokok kretek, saat mewakili Presiden Soekarno menghadiri upacara penobatan Ratu Inggris Elisabeth tahun 1953.
Agus Salim kesal dengan suami ratu Elisabeth, Pangeran Philip, yang kurang perhatian terhadap tamu asing yang datang dari negeri-negeri jauh. Beliau menghampiri dan mengayun-ayunkan rokok kreteknya di sekitar hidung sang pangeran.
Ia berujar, “Apakah Paduka mengenali aroma rokok ini?’’ Dengan ragu-ragu menghirup rokok itu, sang pangeran mengaku tidak mengenal aroma tersebut. Agus Salim pun kemudian berkata: “Inilah sebabnya ratusan tahun lamanya bangsa Paduka mengarungi lautan mendatangi negeri saya”.
Ilustrasi itu pun cukup menarik perhatian para peserta Ngaji Kretek. Kemudian, Hasan Aoni mengungkap fakta mengenai diskriminasi Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang membuat kebijakan pengendalian tembakau.
‘’AS membuat kebijakan pengendalian rokok, cuma bahasanya rokok beraroma. Indonesia melawan kebijakan ini melalui World Trade Organization (WTO). Indonesia menang, tetapi tidak ada eksekusi,’’ ujarnya. 
Baginya, pengendalian tembakau ini merupakan salah satu manifestasi pertarungan global terkait industri tembakau. ‘’Rokok dipinggirkan. Regulasi adanya kawasan tanpa rokok, tidak bisa dipisahkan dari strategi untuk mendiskriminasi keberadaan rokok kretek,’’ tegasnya.
Nahdlatul Udud
Zamhuri, Deputi Riset Masyarakat Pemangku Kepentingan Kretek Indonesia (MPKKI), berkelakar mengenai relasi antara kretek dan Nahdlatul Ulama (NU). ‘’Ada relasi yang begitu dekat antara kretek dengan NU. NU itu Nahdlatul Ulama, NU ya Nahdlatul Udud.’’
Dia pun berpesan kepada para peserta, khususnya dari basis NU, supaya memiliki kepedulian terhadap realitas kretek yang terdikriminasi.‘’Pengusaha rokok kretek, dulu, banyak berasal dari kalangan santri, khususnya NU. Jika kemudian kretek mendapat perlakuan tidak adil, maka NU ikut punya tanggungjawab untuk mengawal dan menyelamatkannya.’’
Narasumber lain, Djoko Herryanto (PT. Djarum), memberi motivasi agar pertarungan yang ada tidak membuat lemah, sebaliknya menjadikan kuat. ‘’Nelson Mandella dulu setiap hari dihina oleh sipir penjara. Setelah bebas, yang dilakukan pertama kali adalah mencari sipir yang setiap hari mengencinginya. Baginya, air kencing sipir itulah yang membuatnya kuat dan menang,’’ tuturnya.
Sedang Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPRD Kabupaten Kudus, H Mawahib, mengungkap fakta mengenai kretek sebagai warisan budaya (heritage).‘’Rokok kretek yang menemukan adalah orang asli Kudus. 50% masyarakat Kudus menggantungkan hidup dari industri ini. Jika rokok dipermasalahkan, maka Kudus akan mengalami ‘kiamat kecil’ karena banyaknya pengangguran,’’ tuturnya. (Rsd, Hr)
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

Tidak ada komentar :