Ihwal Kretek, Djamhari, dan Nitisemito

Edy Supratno 
RUMAH yang mengapit Kaligelis tak jauh dari masjid Al-Aqsha Menara Kudus, itu sangatlah populer. Tidak sekadar kaum tua. Para remaja dan pemuda di Kudus pun jamak yang mahfum, bahwa dua rumah itu merupakan istana kembar yang dibangun Raja Kretek: Ki Nitisemito.
Nitisemito (1863-1953) dikenal oleh masyarakat luas sebagai Raja Kretek. Kendati ia bukan penemu rokok kretek, namun sejarah perkembangan industri rokok kretek di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perannya.
Peneliti Pusat Studi Kretek Indonesia (Puskindo) Universitas Muria Kudus (UMK), Zamhuri, mengatakan, dari tangan dingin pengusaha rokok Tjap Bal Tiga (Nitisemito) itulah, kretek dikenal dan mendunia seperti sekarang.
Zamhuri menjelaskan, rokok Bal Tiga yang didirikan pada 1914 di Desa Jati, merupakan perusahaan rokok kretek terbesar, yang pemasarannya tidak cuma di Jawa, melainkan sudah merambah sampai Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. ’’Pada 1938, buruh di perusahaan Nitisemito sudah mencapai 10 ribu pekerja,’’ tuturnya.
Cepat Dikenal
Kudus sebagai pusat industri rokok kretek sudah dikenal sejak lama. Di Kudus, kisah penemuan rokok kretek diyakini dari hasil eksperimen H. Djamhari pada sekitar akhir abad ke-19.
’’Waktu itu H. Djamhari sakit pada bagian dada. Suatu ketika, ia mencoba mengolesi dadanya yang sakit dengan minyak cengkeh. Agar praktis, ia lantas mencoba mencampurnya dengan rajangan cengkeh dan daun tembakau, kemudian dilinting.’’
Djamhari kemudian mencoba dengan cara lain, yakni dibakar kemudian dihisap. ’’Saat dihisap inilah terdengar suara kemeretek, sehingga penemuan Damhari ini dikenal dengan rokok kretek,’’ ujar Zamhuri.
Edy Supratno, peneliti H. Djamhari, menyebutkan, penemuan rokok kretek oleh Djamhari yang kemudian ditangkap Nitisemito sebagai peluang usaha, benar-benar membuat Kudus dikenal sebagai kota industri.
’’Parada Harahap, wartawan Tjaja Timur melukiskan dalam sebuah reportasenya, bahwa pada masa keemasan Nitisemito, setiap hari ribuan orang sibuk dengan melinting dan membatil. Pemandangan yang sangat khas. Karena pekerja semakin banyak sementara lokasi pabrik tidak bisa menampung jumlah pekerja, lalu diterapkan sistem abon,’’ jelasnya.
Kemasyuran Kudus sebagai pusat industri rokok kretek, lanjutnya, dipertegas dengan berdirinya perusahaan lain yang mengikuti sukses Nitisemito. Antara lain M Atowidjojo dengan perusahaan rokok kretek Goenoeng Kedoe, Tjao Khang Hay (Trio), HM Muslich (Delima), HM Ashadi, H Ali Asikin (Djangkar), dan M Sirin (Garbis dan Manggis).
Popularitas (kemasyhuran) rokok kretek ini juga bisa dilihat dari kunjungan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenburgh, ke Kudus pada 1939.
Namun begitu, perkembangan industri rokok kretek bukanlah hal yang kebetulan. Kebiasaan kaum pria melinting rajangan tembakau, cukup berperan dalam perkembangan industri kretek di masa-masa selanjutnya.
’’Rokok kretek ini berkembang cepat karena sebelumnya sudah ada tradisi melinting di kalangan masyarakat. Dan, dulu, nenek moyang kita mengenal tembakau sebagai obat,’’ Edy Supratno menegaskan. (Rsd)
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

1 komentar :

  1. MasyaAlloh ga nyangka ternyata kakek buyut saya seorang penemu rokok kretek..itu di bikin buku ya??kalo bener boleh hubungi kmn ya? Ini email sy rindu.cipta@gmail.com tlp dan whatsapp 081912800080. Terimakasih

    BalasHapus